Penerjemah

Cari

Jumat, 07 Maret 2014

Ghibah, Perbuatan Dosa Besar Bagaikan Memakan Bangkai Saudaranya

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad yang telah bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Amma ba’du.
Saudaraku sekalian, ghibah atau menggunjing adalah perbuatan yang pada asalnya dilarang oleh Islam. Ghibah adalah perbuatan dosa besar, yang bahkan Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah dengan orang yang memakan bangkai saudaranya, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuuraat: 12)
Meskipun demikian ada sebagian ghibah yang diperbolehkan atau bahkan disyariatkan. Karena dengan cara itulah pemahaman agama ini akan selamat dari penyimpangan dan kesesatan. Dalam kesempatan ini kita akan sedikit mengkaji persoalan ini, agar kita bisa membedakan mana nasihat dan mana ghibah yang terlarang.
Pengertian Ghibah
Pengertian ghibah dapat diketahui dengan memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya. Beliau membawakan sebuah riwayat: Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, demikian pula Qutaibah dan Ibnu Hajar. Mereka mengatakan: Isma’il bin Al-’Allaa’ menceritakan hadits kepada kami dari jalan ayahnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim. 4/2001. Dinukil dari Nashihatii lin Nisaa’, hal. 26)
Keharaman Ghibah
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: Ghibah itu diharamkan, sedikit maupun banyak. Di dalam Sunan Abu Dawud tercantum sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalan ‘Aisyah. Beliau berkata:
حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِي قَصِيرَةً فَقَالَ لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
“Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya.”
Di dalam dua Kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) juga terdapat riwayat hadits dari jalan Abu Bakrah yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, (dan juga kehormatan kalian) semua itu adalah haram atas kalian sebagaimana kesucian hari kalian ini (hari ‘Arafah), pada bulan kalian ini dan di negeri kalian yang suci ini.”
Di dalam Sunan Tirmidzi terdapat riwayat yang menceritakan hadits dari jalan Ibnu ‘Umar, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang: “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Dan janganlah melecehkan mereka. Dan janganlah mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.” (Hadits ini tercantum dalam Shahihul Musnad, 1/508)
Di dalam Sunan Abu Dawud juga terdapat riwayat dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata: ‘Siapakah mereka itu wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain’.” (Hadits ini Shahih) (Nashihati lin Nisaa’, hal. 26-27)
demikian sedikit tukisan saya, semoga bermanfaat.

Senin, 24 Februari 2014

sebenarnya, kita lebih miskin dari pengemis..

judul di atas jika kita logika, semua orang pasti akan mengerti apa maksud yang terkandung di dalamnya. namun kadang, hati nurani manusia mudah iba kepada pengemis yang dijumpainya di jalan, tanpa pikir panjang kita merogoh dompet sekedar memberi 500 perak, 1000 perak, 2000 perak maupun lebih.
jika kita hitung secara matematis, "pendapatan" seorang pengemis bisa jadi jauh lebih besar dari orang-orang yang memberinya tadi. semisal dalam satu jam pengemis menemui 20 orang baik dan mereka rata-rata memberi 500 perak, maka dalam satu jam saja pengemis mendapat "penghasilan" 10.000 perak (10K). itu baru satu jam, belum sehari maka mereka mendapat 10K x 20 jam = 200.000 perak (200K). bayangkan, dalam sehari mendapat nominal 200K. maka dalam sebulan mendapat rata-rata 200K x 26 hari (4 hari libur *mungkin) = 5,2 juta. sekali lagi bayangkan, para pengemis "berpenghasilan" 5 juta tiap bulannya. *ini belum ditambah "penghasilan" dihari besar lainnya.

dan berapakah penghasilan kita selama sebulan?? apakah kita masih iba terhadap mereka? ataukah seharusnya mereka (baca: pengemis) yang kasihan terhadap kita??



menjadi pilihan kita masing-masing, membiarkan mereka terbelenggu dalam kemalasan dengan memberi mereka sekedar 500 perak?? menurut saya pribadi, jauh lebih baik jika sedikit rejeki yang ada kita bagi kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkan, kepada mereka yang sungguh-sungguh bekerja dan berkarya meski dalam kekurangan.

(tulisan ini saya buat karena ada banyak sekali dalam sehari pengemis yang bertandang di toko kami. kalau dihitung-hitung minimal ada 5 orang yang mengemis)

ada jalan yang lebih bijaksana daripada memberi iba kepada para pengemis.




sedikit tulisan untuk kita renungkan bersama.