Penerjemah

Cari

Rabu, 26 Juni 2019

MENJADI PRIBADI RATA-RATA ITU TIDAKLAH HINA

Subuh ini saat turun di Stasiun Tawang, ada peristiwa sederhana tapi berkesan.

Sebelum kereta berhenti, aku sudah jalan ke pintu gerbong. Ada satu mbak di depanku, aku urutan kedua, jadi bisa melihat cukup jelas yang terjadi di muka pintu.

Seorang petugas menyiapkan tangga pijakan buat penumpang di pintu gerbong. Tapi gerbong berhenti dalam posisi ada tiang menghalang persis di tengah pintu keluar.

Kulihat petugas tadi berusaha memposisikan tangga supaya bisa sedekat mungkin dengan kaki penumpang. Terdengar "dung-dung" benturan tangga pijakan dan tiang ketika petugas itu memepetkan tangganya semepet mungkin ke mulut pintu.

Mbak di depanku melangkah hati-hati menginjak tangga di kiri mulut pintu. Tangga itu bergoyang. Gerbong kami ndilalah memang mandeg di ujung stasiun yang tanahnya tidak rata.

Aku giliran turun berikutnya. Saat kupijak, tangga itu bergoyang-goyang lagi. Petugas tadi masih berdiri di dekat tangga, mengamati.

Sebelum menjauh dari gerbong, sempat kulihat si petugas berjongkok. Dia memungut batu dari rel di bawah gerbong, lalu memasangnya sebagai ganjal tangga pijakan, supaya tidak goyang-goyang lagi.

Aku melangkah pergi, tapi benakku masih memikirkan petugas tadi.

Dia sebetulnya bisa saja taruh tangga pijakan asal-asalan di muka pintu lalu pergi. Yang penting kewajiban sudah gugur kan? Peduli amat tangganya goyang-goyang. Dia bisa saja tidak peduli. Tapi dia memilih untuk berusaha memposisikan tangga sebaik mungkin, berusaha membuatnya sestabil mungkin untuk dipijak. Dia melakukan tugasnya sepenuh hati, meski tak ada yang mengapresiasi!

Aku jadi terpikir ingin memotret petugas itu, semoga dia masih ada.

Aku menoleh. Kulihat dia sedang berjalan bergegas. Kunyalakan kamera HP. Dia sudah mulai menaiki tangga ke atap gerbong. Aku jepret.

Dia sudah di atap gerbong, berjalan menyusurinya. Aku penasaran. Aku berhenti sejenak mengamatinya, apa sih yang mau ia kerjakan di atap itu?

Ting-tong-teng-tung, sepertinya kereta sebentar lagi diberangkatkan ke tujuan akhir Surabaya Pasar Turi. Petugas itu masih di atap. Dia menarik gulungan ... oh, gulungan selang. Selang itu ia selipkan masuk di kotak besar, sepertinya sedang mengisi tandon air di kamar mandi gerbong.

Ingin kupotret lagi, tapi di kamera dia nyaris tak terlihat, karena latar langit yang masih gelap. Aku melanjutkan langkah ke rambu KELUAR diiringi ting-tong-teng-tung.

Petugas itu masih di benakku. Perannya tak semencolok masinis. Seragamnya tidak sekeren kondektur atau pramugara. Pekerjaannya luput dari perhatian kebanyakan penumpang.

Dalam sistem besar layanan kereta api, dia ibarat sekrup kecil. Namun ia sekrup kecil yang bekerja dengan hati, tanpa menunggu dipuji. Dan meski kita penumpang tak menyadari keberadaannya, yang ia kerjakan sebetulnya berguna.

Aku jadi teringat diskusi dengan kawan-kawan di grup Klub CMid Semarang kemarin. Topiknya soal individualisme, salah satu penyakit peradaban modern.

"Masyarakat individualistik mengkhotbahkan bahwa sang individu dan segala prestasinya itulah segala-galanya dan bahwa setiap orang bisa mendapatkan nasib istimewa. Komunitas tidak penting. Kelompok itu hanya bagi kaum rata-rata. Menjadi 'biasa-biasa saja' adalah kutukan. Hasilnya, sesuai statistik, kebanyakan dari kita akan berakhir sebagai pecundang menyedihkan.

Obat penawarnya adalah menghayati bahwa hidup biasa-biasa saja itu luar biasa – suatu penghargaan yang pantas terhadap kesenangan dan kepahlawanan tanpa tanda jasa sehari-hari."

Di tengah persaingan menjadi yang paling menonjol, perebutan bangku sekolah favorit, pameran prestasi di media sosial, sepertinya lebih sehat bagi jiwa kita untuk mengagumi kerja tulus orang seperti si petugas kereta api tadi.

Menjadi rata-rata itu tidak hina. Yang penting yang menjalani merasa dirinya dan kerjanya bermakna.



Sumber;
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10157416963734390&id=553789389

Minggu, 23 Juni 2019

Ajari Anak Gaya Hidup Hemat Sejak Dini Agar Tidak Konsumtif


Beberapa hari yang lalu anak baru saja dibelikan mainan baru, lalu sekarang sudah minta dibelikan sepatu dan baju baru. Anda pernah mengalami hal itu? Kalau iya, maka Anda patut waspada apabilaa anak kerap minta dibelikan ini itu. Hal itu bisa menggiring anak mempunyai gaya hidup yang konsumtif alias boros. Ketika masih kecil saja sudah boros, bagaimana nanti kalau sudah dewasa ya? Maka dari itu Anda sebagai orang tua harus bisa mengajarkan gaya hidup hemat pada anak mumpung mereka masih kecil.
Ingat, orang tua juga harus memperlihatkan keseriusannya untuk bergaya hidup hemat. Jangan sampai nasehat Anda cuma sebatas untuk anak saja dan sementara Anda bebas untuk boros. Hati-hati ya, karena anak akan meniru apa yang ia lihat dari orang tuanya.

AJARKAN ANAK TENTANG MANFAAT DARI BARANG YANG INGIN DIBELINYA

Ketika anak sudah menggebu-gebu minta dibelikan ini itu, mulai dari makanan sampai barang, Anda bisa menjelaskan kepada mereka tentang apa saja manfaat dari barang maupun makanan yang ingin dibelinya. Jelaskan kepada mereka apabila membeli sesuatu dalam jumlah yang terlalu banyak bakal menimbulkan dampak tertentu. Apabila memang sifatnya tidak terlalu mendesak maka ada baiknya menunda untuk membelinya. Ketika anak sudah mulai paham, Anda bisa meminta anak untuk membuat daftar apa saja yang ingin ia beli. Katakan padanya, buatlah daftar sesuai kebutuhan saja. Jangan sampai hanya karena iri melihat temannya punya mainan baru lantas si anak minta dibelikan mainan yang sama padahal ia belum membutuhkannya. Cara ini bisa mengajarkan anak untuk hemat sekaligus disiplin karena bisa menahan dirinya untuk membeli barang yang tidak dibutuhkannya.
Selain itu, orang tua juga bisa mengajarkan kepada anak mengenai manfaat dari uang. Jelaskan mengenai makna dari uang itu sendiri lalu perkenalkan tentang satuan maupun nilai dari uang baik itu logam maupun kertas. Ajak anak ke pusat perbelanjaan agar ia bisa melihat langsung bagaimana proses transaksi jual beli menggunakan uang. Biarkan si anak terjun langsung untuk membeli barang menggunakan uangnya sendiri. Jelaskan soal barang yang ia beli lalu mengapa butuh uang untuk membayar barang itu.
Ajari anak mengelola uang sakunya. Apabila uang sakunya digunakan dengan baik maka anak bisa menghemat untuk digunakan keesokan harinya lagi atau bahkan ditabung. Mengajari anak untuk hemat juga bisa dilakukan dengan memberinya upah ketika mereka bisa menyelesaikan tugas sekolah maupun tugas di rumah, seperti membereskan mainannya. Adapun besar kecil imbalan yang akan didapatnya sesuai dengan tugas yang diselesaikannya. Makin sulit tugas yang ia kerjakan maka makin besar upah yang ia dapat. Cara ini bisa mengajari anak bagaimana susahnya mencari uang dari hasil bekerja. Apabila mereka sudah paham bahwa tidak mudah untuk mencari uang, maka ia jadi enggan untuk menghambur-hamburkannya.

AJARI ANAK TENTANG MANFAAT MENYISIHKAN UANG UNTUK DITABUNG

Anak perlu tahu tentang tabungan agar tidak sembarangan dalam menggunakan uangnya. Jelaskan kepada anak mengenai apa saja metode menabung, mulai dari celengan sampai membuka rekening pribadi di bank. Belikan anak celengan lucu dan menarik sehingga ia senang untuk memasukan uangnya di celengan itu. Anda juga bisa mengajaknya ke bank untuk membuka rekening pribadi. Jelaskan kepada anak hasil dari tabungannya nanti bisa ia gunakan sebagian untuk membeli barang yang ia inginkan dan sebagian lagi untuk disimpan sebagai uang cadangan.
Selain menabung, ajari anak menyisihkan uang untuk beramal. Orang tua memang perlu mengajari anaknya untuk bersedekah sejak dini karena banyak sekali manfaat yang akan didapat. Anak bisa belajar untuk membantu orang-orang yang kurang beruntung. Ajari anak untuk memasukan uang di kotak amal ketika sedang beribadah di masjid. Anak juga bisa menggunakan uangnya untuk membeli makanan untuk para pengemis di jalan atau anak-anak yatim piatu.



BIASAKAN ANAK UNTUK MENGGUNAKAN LISTRIK DAN AIR SEPERLUNYA SAJA

Selain uang, anak juga harus dibiasakan untuk menghemat energi, seperti listrik dan air sejak dini. Apabila mereka sudah terbiasa sejak kecil maka akan jadi kebiasaan hingga dewasa. Jelaskan kepada anak mengenai apa saja konsekuensi apabila boros dalam menggunakan energi dan juga jelaskan apa saja manfaat apabila mereka bisa menghemat penggunaan energi. Ajari anak untuk selalu mematikan lampu dan peralatan listrik lainnya apabila sudah selesai dipakai. Apabila anak selama ini terbiasa main game dengan PC atau laptop maka mulai sekarang kenalkan mereka dengan permainan tradisional yang juga tak kalah seru meski tanpa listrik. Anda juga bisa mengajak anak untuk melakukan aktifitas bersama yang tidak memerlukan energi listrik maupun air.