Penerjemah

Cari

Selasa, 14 Agustus 2018

BANGSA PENGHUJAT


Mudah-mudahan cukup sekali ini bicara politik, karena makin lama makin jengah buka time line di social media ini.

Saya sih yakin, siapapun Presiden di Indonesia akan tetap dihujat oleh rakyatnya sendiri.

Mau bukti?

Soekarno awalnya disanjung sebagai Proklamator dan Founding Father Indonesia. Tapi lihatlah kemudian beliau habis-habisan dihujat sampai akhirnya wafat dalam keprihatinan.

.
Soeharto juga demikian. Dikenal sebagai Bapak Pembangunan dengan REPELITA dan GBHN yang tersusun rapi untuk Indonesia siap tinggal landas menjadi negara maju. Namun akhirnya dihujat karena KKN yg merajalela. Semua tiba-tiba amnesia dengan segala pencapaian yg beliau buat selama 32 tahun memimpin negeri. 

.
Lalu bagaimana dengan BJ Habibie? Pencapaian terbesarnya adalah mengembalikan kurs yg saat itu mencapai Rp15.000 - Rp16.000 ke Rp7.000 akibat krisis moneter. Namun beliau punya kesalahan fatal yang menyebabkan Timor Timur harus lepas dari Indonesia. Beliau juga habis dihujat pada saat itu. Laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR dan harus lengser. 
Alhamdulillah, sekarang banyak millenial yg kembali memujanya dan terbuai drama percintaannya yang tayang di layar bioskop Indonesia.

.
Sekarang lihatlah Gus Dur. Seorang Ulama Besar, seorang Guru Bangsa, seorang visioner yang mengedepankan keberagaman dalam berbangsa. Namun akhirnya dilengserkan oleh intrik politik sejak pernyataan-pernyataannya yg kontroversial soal DPR yang seperti Taman Kanak-Kanak. Semoga sekarang bangsa ini melihat faktanya.

.
Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh Megawati. Memang tidak banyak pencapaian saat itu, karena negara ini kembali diguncang oleh pertikaian politik. Akhirnya beliau gagal kembali terpilih akibat banyaknya issue seputar penjualan asset negara. Beliau banyak dihujat soal itu sampai sekarang.

.
Bagaimana dengan pemerintahan di masa SBY? Harus jujur diakui, dibawah kepemimpinan SBY negara ini sedikit kembali ke kestabilan politik. Ekonomi bertumbuh. IHSG terus mencatat rekor pencapaian tertinggi. Namun di periode ke dua pemerintahannya mulai terbongkar praktek-praktek korupsi para kader Partainya. Beliau juga dihujat habis-habisan setelah itu. Kasus Korupsi Hambalang telah menyeret banyak petinggi Partai dan Pejabat negeri ini ke balik jeruji penjara.

.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi sekarang? Kita bisa menyaksikan sendiri, hujatan tiada henti bahkan sejak awal pencalonannya sebagai Presiden RI di thn 2014.

Hoax, hasutan, fitnah seakan tidak ada habisnya diarahkan ke beliau. Memang di masa pemerintahannya ada beberapa kebijakan tidak populer yang mengguncang kehidupan masyarakat. Namun haruskah kita menafikan pembangunan yang kembali giat dilaksanakan setelah pemerintahan SBY berjuang menjaga kestabilan politik dan ekonomi?

.
.
Haruskah kita menghujat kebijakannya yang memberikan perhatian dan porsi pembangunan yang lebih besar kepada masyarakat di luar pulau Jawa?

Mengapa kita tidak belajar untuk menghargai hasil kerja para pemimpin kita? Yakinlah, TIDAK ADA PEMIMPIN NEGERI INI YANG INGIN NAMANYA BURUK selama masa pemerintahannya. SEMUA PEMIMPIN INGIN MEMBERIKAN YANG TERBAIK UTK NEGERI INI. Semuanya pasti berusaha menorehkan tinta emas di dalam catatan sejarah bangsa ini. CATAT ITU.

Maka, salahkanlah para politisi yang terus menggoreng issue utk menarik simpati atau menyudutkan lawan politiknya. Salahkanlah mereka yang hanya berkoar-koar tanpa berbuat sesuatu yang berarti utk bangsa ini.

.
Lalu, buat apa kita ikut tenggelam dalam debat-debat tak penting karena berbeda pandangan politik. Yang untung itu hanya politisi yang kamu idolakan. Sedangkan kamu, bisa jadi kehilangan simpati orang-orang yang pernah dekat denganmu.

Biarkanlah pemerintah sekarang bekerja dengan tenang. Hargai apa yg mereka usahakan. Jika hasilnya tidak sesuai harapanmu, maka manfaatkan senjata terakhirmu, yaitu suaramu di Pemilu yang akan datang.

Gak perlu mengumbar kemarahanmu ke orang-orang, apalagi di social media.

.
Ayolah... Berhentilah berdebat.

Sampai kapan kita mau jadi bangsa penghujat?

Sumber FB Eri Rahman.

Sabtu, 07 Juli 2018

AMARAH; DIPERBOLEHKAN & DILARANG.



Amarah itu terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

1. Tingkatan kewajaran, yaitu amarah yang ditujukan untuk membela diri, agama, kehormatan, harta, membela hak-hak yang umum dan menolong orang yang dizhalimi. Disebabkan kondisi-kondisi itulah amarah diciptakan, ia diciptakan untuk suatu kebijaksanaan yang mendasar sebagai konsekuensi dari tabi’at makhluk dan memenuhi aturan masyarakat. Karena sesungguhnya berlomba-lomba dalam kehidupan dan persaingan ini dalam memenuhi kebutuhannya mengakibatkan adanya pembelaan yang kuat akan diri, agama, harta, kehormatan, dan hak-hak umum. Seandainya bukan karena hal itu, maka bumi ini akan hancur dengan merebaknya kekacauan dan meruntuhkan sistem-sistem kemasyarakatan. Oleh karena itu barangsiapa yang tidak marah karena dirinya maka ia akan menghadapi kematian di muka bumi ini, atau ia akan menghadapi hinaan orang lain dengan berbagai macam hinaan layaknya hewan yang tidak marah demi dirinya. Dan barangsiapa yang tidak marah karena agamanya, maka sesungguhnya tujuannya adalah taqlid yang begitu kuat pada setiap apa yang dilihat dan dianggapnya baik, lalu ia pun akan berpindah dari satu agama ke agama lain di sebabkan taqlid buta. Dan barangsiapa yang tidak marah demi kehormatannya, maka ia tidak merasa cemburu terhadap wanita-wanitanya (isterinya), akan bercampuraduknya keturunan (nasab), menyebarnya kekejian ditengah-tengah masyarakat, sehingga manusia akan menjadi seperti hewan yang menyetubuhi betinanya tanpa ada rasa cemburu dan memandang rendah akan hal itu.

Dan barangsiapa yang tidak marah demi hartanya, maka ia tidak akan selamat dari rampasan orang lain terhadap hartanya, sehingga ia menjadi miskin dan papa, dan apabila tindakan merampas harta telah menyebar maka akan lumpuhlah sistem pekerjaan, bahkan transaksi-transaksi ekonomi akan lumpuh total, pabrik-pabrik akan tutup, pertanian akan hancur, dan manusia akan bersandar pada harta rampasan orang lain. Hal itu adalah suatu keburukan dan bencana dalam waktu dekat maupun waktu yang akan datang.

Dan barangsiapa yang tidak cemburu akan hak-hak umum dan menolong orang yang dizhalimi maka sesungguhnya ia telah menyimpang dari tabi’at yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia di atasnya.

Dalam hal yang sama, Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang dibuat marah namun ia tidak marah, maka ia adalah keledai.” Yaitu mempunyai tabi’at yang dungu, dan rasa malunya hilang, dalam hal ini Imam asy-Syafi’i mengisyaratkan dengan firman Allah Ta’ala:

وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.”[Al-Baqarah/2: 251]

2. Tingkatan melalaikan, yaitu amarah yang berada di bawah batas kewajaran dengan melemahnya amarah tersebut pada diri manusia, atau hilang sama sekali darinya. Kondisi seperti ini sangatlah terhina secara akal maupun agama, karena barangsiapa yang tidak marah demi dirinya, agama, kehormatan, harta, atau kemaslahatan umum, maka dia adalah pengecut, dia tidak berjalan di atas ketetapan-ketetapan Allah terhadap makhluk-Nya. Dalam hal seperti ini terdapat bahaya besar yang mengancam masyarakat, karena akan menyebabkan kekacauan pada semua tatanan kehidupan seperti yang telah Anda ketahui.

3. Tingkatan yang berlebih-lebihan, yaitu amarah yang melampaui batas kewajaran, akal dan juga agama. Amarah itu berjalan dengan cepat di atas keburukan yang akhirnya akan mengakibatkan kehancuran dari arah yang tidak ia ketahui, dan mungkin saja amarahnya menyeret kepada suatu perkara yang pada akhirnya dia melakukan dosa besar dan menyebarnya berbagai kehancuran.

Merupakan hal yang sudah diketahui bahwa amarah dalam kondisi-kondisi seperti itu adalah tercela, baik secara akal maupun agama. Berbedanya tingkatan celaan terhadapnya sesuai dengan perbedaan kuat atau lemahnya akibat yang ditimbulkannya, setiap kali bahayanya lebih besar maka amarah tersebut akan lebih kuat dan celaan padanya pun akan lebih banyak lagi. Dikutip dari kitab Hidaayatul Mustarsyidiin.

[Disalin dari Kitab Mawaaqif Ghadhiba fiihan Nabiyyu Shallallahu Alaihi Wa Sallam Penulis Khumais as-Sa‘id, Judul dalam Bahasa Indonesia Pelajaran Penting Dari Marahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Sya’ban 1426 H – September 2005 M]


Sumber: https://almanhaj.or.id/4027-marah-dan-hakikatnya-dalam-islam.html